Jakarta telah mendapatkan perhatian internasional sebagai kota yang berpotensi besar dalam industri pusat data. Dengan biaya konstruksi yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya, Indonesia menunjukkan dirinya sebagai pasar strategis untuk pengembangan fasilitas digital.
Menurut laporan terbaru, biaya untuk membangun pusat data di Jakarta mencapai Rp187.207 per watt. Ini lebih kompetitif dibandingkan Singapura dan Tokyo, yang terlihat semakin menjadikan Indonesia sebagai lokasi menarik untuk industri teknologi.
Namun, meskipun Jakarta menduduki peringkat 20 di dunia dalam indeks biaya konstruksi pusat data, banyak tantangan yang mengintai. Lonjakan permintaan akibat perkembangan kecerdasan buatan atau AI menjadi faktor kunci yang memengaruhi infrastruktur yang ada.
Indonesia menghadapi berbagai tekanan yang datang dari meningkatnya kebutuhan energi dan sistem pendinginan yang efisien. Tuntutan ini bukan hanya akan menambah beban pada infrastruktur, tetapi juga perluasan sumber daya yang lebih besar untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Tantangan Infrastruktur dalam Membangun Pusat Data di Indonesia
Peningkatan penggunaan teknologi AI diperkirakan akan meningkatkan konsumsi energi hingga 165% di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2030. Hal ini menciptakan beban signifikan pada infrastruktur pusat data yang ada di Indonesia.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pusat data berkapasitas tinggi, Indonesia harus bersiap menghadapi sejumlah tantangan yang memengaruhi proyek-proyek tersebut. Tantangan ini termasuk biaya, efisiensi operasional, dan kecepatan pembangunan yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pasar yang kian meningkat.
Walaupun Jakarta memiliki daya saing biaya konstruksi yang tetap kuat, dinamika terkini mengharuskan perhatian lebih pada isu-isu kritis yang sangat memengaruhi kelangsungan proyek pengembangan pusat data. Begitu juga dengan kebutuhan teknologi yang sedang berkembang pesat saat ini.
Berbagai tantangan ini, jika tidak diatasi, akan menghambat pertumbuhan sektor teknologi dan inovasi di negara ini. Oleh karena itu, langkah strategis perlu diambil untuk mempertahankan daya saing pasar lokal di tengah tekanan internasional.
Rintangan Utama dalam Menyediakan Pusat Data Berbasis AI di Indonesia
Ketersediaan daya listrik menjadi salah satu rintangan terbesar bagi pengembangan pusat data. Data menunjukkan bahwa 48% responden global melihat keterbatasan daya sebagai hambatan utama dalam penyelesaian proyek.
Sementara itu, pemerintah Indonesia terus menjalankan perluasan infrastruktur listrik untuk mengejar dan memenuhi permintaan yang terus meningkat. Meskipun pasokan listrik sudah relatif mencukupi, kapasitas transmisi belum merata di seluruh wilayah.
Satu lagi tantangan yang mencolok adalah kesiapan rantai pasok lokal untuk mendukung teknologi canggih yang diperlukan dalam pendirian pusat data berbasis AI. Sebanyak 83% ahli industri menegaskan bahwa rantai pasok saat ini belum sepenuhnya siap untuk mendukung pendinginan yang dibutuhkan, terutama sistem pendingin cair.
Kenaikan biaya operasional dan desain juga menjadi faktor penting yang harus diperhitungkan. Kombinasi permintaan untuk teknologi AI, fasilitas listrik yang lebih besar, dan sistem pendinginan modern membuat biaya operasional meningkat 2 hingga 3 kali lipat dibandingkan dengan pusat data tradisional.
Pandangan Para Eksekutif Global Mengenai Potensi Indonesia dalam Sektor Pusat Data
Dalam menghadapi tantangan yang kompleks di pasar pusat data, pandangan para pemimpin industri menjadi sangat penting dalam menentukan arah perkembangan. Mereka memberikan gambaran penting mengenai kekuatan dan kekurangan Indonesia sebagai lokasi pengembangan di Asia Tenggara.
Salah satu tokoh yang memberikan perhatian khusus adalah Sumit Mukherjee yang mengisyaratkan pentingnya Indonesia sebagai pasar prioritas, terlepas dari tantangan biaya. Dia mencatat bahwa Indonesia memiliki pertumbuhan tinggi dan sumber daya yang melimpah, serta semakin siap terhadap kebutuhan AI.
Melihat dari perspektif itu, bisa disimpulkan bahwa meski ada penurunan dalam peringkat biaya konstruksi, permintaan infrastruktur yang semakin besar untuk kebutuhan AI tetap menjadi daya tarik utama bagi investor dan pengembang
Ketersediaan listrik tetap menjadi isu krusial bagi pembangunan data center secara global. Para eksekutif telah menekankan pentingnya mencari solusi inovatif untuk menghadapi kendala ini.
Teknologi off-grid juga diperkenalkan sebagai alternatif untuk menangani kendala pasokan listrik yang lama. Hal ini dapat menjadi langkah yang tepat untuk mendukung pembangunan pusat data di Indonesia.
Peringkat Biaya Global dan Rekomendasi untuk Menghadapi Tantangan di Indonesia
Berdasarkan data yang ada, Jakarta berada di posisi ke-20 dalam indeks biaya konstruksi pusat data di dunia. Peringkat ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk garis besar strategi ke depan dalam mengembangkan pusat data yang efisien.
Data terbaru menunjukkan posisi biaya konstruksi pusat data di beberapa kota, dengan Tokyo berada di urutan teratas. Jakarta beradu dengan kota-kota lainnya, namun menunjukkan potensi sebagai pasar ekspansi yang menarik beriringan dengan pertumbuhan infrastruktur di negara lain.
Rekomendasi pun diberikan kepada klien untuk mengembangkan strategi yang lebih baik. Mengkaji kembali model pengadaan dan menerapkan inovasi dalam desain infrastruktur dapat sangat membatu dalam menurunkan biaya.
Penting juga untuk mempersiapkan segala kemungkinan terkait keterlambatan sambungan listrik dengan menyiapkan mitigasi risiko sejak awal. Pendekatan ini akan membantu mengoptimalkan efisiensi dalam pengembangan pusat data di masa yang akan datang.
